Ketimpangan Pembangunan Rumah Layak Huni di Kaltim: Tantangan dan Upaya untuk Daerah Terpencil


Pembangunan Rumah Layak Huni (RLH) di Provinsi Kalimantan Timur masih menghadapi tantangan besar, terutama dalam hal ketimpangan antara kawasan perkotaan dan daerah pelosok. Mayoritas alokasi RLH terkonsentrasi di kawasan perkotaan, meninggalkan daerah-daerah terpencil seperti Mahakam Ulu dalam kondisi kekurangan pembangunan yang signifikan.

Fokus Pembangunan Terpusat di Kawasan Perkotaan

Kepala Biro Administrasi Pembangunan (Adbang) Sekretariat Daerah (Setda) Kaltim, Irhamsyah, mengungkapkan bahwa ketimpangan ini disebabkan oleh dominasi alokasi dana Corporate Social Responsibility (CSR) yang lebih banyak berada di daerah perkotaan. Perusahaan-perusahaan besar yang beroperasi di kawasan kota memberikan sumbangan RLH dalam jumlah yang lebih besar, sementara daerah pelosok seperti Mahakam Ulu sering kali terabaikan.

“Perkotaan mendapatkan RLH terbanyak karena perusahaan-perusahaan banyak beroperasi di sana dan pembangunan harus berada di ring satu lingkungan perusahaan. Daerah pelosok perlu ditingkatkan,” ujar Irhamsyah dalam jumpa pers di Ruang WIEK Diskominfo Kaltim, Jumat (23/8/2024).

Data Pembangunan RLH di Kaltim: Ketimpangan yang Nyata

Menurut data dari Pemprov Kaltim, realisasi pembangunan RLH dari tahun 2022 hingga 2024 menunjukkan perbedaan mencolok antara kabupaten/kota. Samarinda dan Kutai Timur memimpin dengan masing-masing 52 unit RLH, diikuti oleh Balikpapan dengan 50 unit, Bontang 29 unit, Paser 30 unit, dan seterusnya. Sementara itu, Mahakam Ulu hanya mendapatkan 8 unit RLH, angka yang sangat rendah dibandingkan dengan daerah lainnya.

Perusahaan-perusahaan yang berkontribusi di Mahakam Ulu juga sangat terbatas. Contohnya, PT Hastomulyo Adiprima hanya menyumbang 2 unit, sementara perusahaan-perusahaan lain seperti PT Raka Utama dan PT En Handayani masing-masing menyumbang satu unit saja.

Upaya Menggalang Kontribusi untuk Daerah Terpencil

Irhamsyah menegaskan bahwa pihaknya sedang berupaya untuk menarik lebih banyak perusahaan yang beroperasi di Mahakam Ulu untuk berkontribusi dalam program RLH. “Kami kemarin menghimpun perusahaan, khususnya di Mahakam Ulu. Nanti perusahaan besar itu akan diberikan proposal supaya mereka bisa berkontribusi dengan lingkungan,” tambahnya.

Di samping keterlibatan perusahaan, TNI juga terlibat dalam pembangunan RLH. “TNI yang membangun rumah-rumah ini. Semua pembiayaan dari perusahaan, tapi pelaksanaan di lapangan oleh TNI,” jelas Irhamsyah.

Masalah Kemiskinan dan Kesejahteraan Masyarakat

Irhamsyah juga menyebutkan bahwa masalah kemiskinan tidak hanya terjadi di perkotaan. Meskipun kehidupan di daerah pelosok seperti pinggir Mahakam sering kali dianggap lebih sederhana, kondisi di sana juga memerlukan perhatian khusus. “Kemiskinan banyak terjadi di perkotaan, kalau di pelosok seperti pinggir Mahakam itu sudah terbiasa dengan kehidupan mereka. Di perkotaan itu tingkat kemahalan lebih tinggi,” jelasnya.

Kemajuan dan Target Program RLH

Sejak program ini dimulai pada 2022, telah tercapai sekitar 60 persen dari target 508 unit RLH yang direncanakan hingga 2024. Total dana CSR yang terkumpul hingga Juli 2024 mencapai Rp36,9 miliar, sementara dana yang telah digunakan untuk membangun RLH mencapai Rp35,6 miliar untuk 310 unit rumah. Meskipun demikian, masih ada 198 unit RLH yang belum terbangun.

Irhamsyah tetap optimis bahwa dengan dukungan dan kerja sama yang baik dari berbagai pihak, target pembangunan RLH dapat tercapai. “Sejak 2022 kita sudah berjalan dan alhamdulillah sudah 60 persen dari target kita 508 unit hingga 2024, dengan nilai per satu unit sekitar Rp115 juta,” ungkapnya.

Dasar Hukum dan Tujuan Program

Program RLH ini memiliki dasar hukum yang kuat melalui Keputusan Gubernur Kalimantan Timur No. 100.3.3.1/K.74/2024 dan Peraturan Gubernur Kalimantan Timur Nomor 27 Tahun 2021. Tujuan utama dari program ini adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di perkotaan maupun pedesaan, serta mempercepat penurunan tingkat kemiskinan. Program ini juga bertujuan memberikan jaminan keselamatan, kesehatan, dan kelayakan hidup kepada masyarakat berpenghasilan rendah di Kalimantan Timur.

“Yang jelas, mengapa lebih banyak di perkotaan karena perusahaan yang menyumbang dana CSR-nya kebanyakan dari kota. Tapi, kita harus pastikan pembangunan di daerah pelosok juga mendapat perhatian yang sama, karena mereka juga bagian dari masyarakat yang membutuhkan,” tegas Irhamsyah.